Delik Adat Dalam Pembaharuan Hukum Pidana RUU KUHP
Delik Adat Dalam Pembaharuan Hukum Pidana : Hukum pidana adat dalam hubungannya dengan Pembaharuan Pidana dan Pemidanaan, didalam RUU KUHP dirumuskan tentang "tujuan dan pedoman pemidanaan".
Delik adat dalam pembaharuan hukum pidana ruu kuhp ini dirumuskannya bertolak dari pokok pemikiran :
1. Sistem hukum pidana merupakan satu kesatuan sistem yang bertujuan (purposive system) dan pidana hanya merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan;
2. Tujuan pidana merupakan bagian integral (sub sistem) dari keseluruhan sistem pemidanaan (sistem hukum Pidana) di samping sub sistem lainnya, yaitu sub sistem "tindak pidana", "pertanggungjawaban pidana", "kesalahan", dan "pidana".
3. Secara fungsional atau operasional, sistem pemidanaan merupakan suatu rangkaian proses melalui tahap "formulasi" (kebijakan legislati), tahap "aplikasi" (kebijakan judisial atau judikatif), dan tahap "eksekusi" (kebijakan administratif atau eksekutif). Oleh karena itu agar ada keterjalinan dan keterpaduan antara ketiga tahap itu sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan, diperlukan perumusan dan tujuan serta pedoman pemidanaan.
Baca juga:
Dicantumkannya pemenuhan kewajiban adat sebagai salah satu jenis pidana tambahan, dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemidanaan yang bertolak dari dan didasarkan pada KUHP (baca WvS) yang selama ini terjadi dalam praktek, kurang memenuhi tuntutan rasa keadilan masyarakat yang masih mengenal dan memberlakukan hukum adat pidana Kerugian yang diakibatkan oleh delik adat, tidak saja menyangkut kerugian materiil, tetapi juga kerugian yang bersifat immateriil. Hal ini jelas menunjukkan bahwa hukum adat pidana dilandasi oleh suatu falsafah harmoni dan "communal morality".
Delik adat dalam pembaharuan hukum pidana ruu kuhp ini dirumuskannya bertolak dari pokok pemikiran :
1. Sistem hukum pidana merupakan satu kesatuan sistem yang bertujuan (purposive system) dan pidana hanya merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan;
2. Tujuan pidana merupakan bagian integral (sub sistem) dari keseluruhan sistem pemidanaan (sistem hukum Pidana) di samping sub sistem lainnya, yaitu sub sistem "tindak pidana", "pertanggungjawaban pidana", "kesalahan", dan "pidana".
3. Secara fungsional atau operasional, sistem pemidanaan merupakan suatu rangkaian proses melalui tahap "formulasi" (kebijakan legislati), tahap "aplikasi" (kebijakan judisial atau judikatif), dan tahap "eksekusi" (kebijakan administratif atau eksekutif). Oleh karena itu agar ada keterjalinan dan keterpaduan antara ketiga tahap itu sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan, diperlukan perumusan dan tujuan serta pedoman pemidanaan.
Baca juga:
Dicantumkannya pemenuhan kewajiban adat sebagai salah satu jenis pidana tambahan, dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemidanaan yang bertolak dari dan didasarkan pada KUHP (baca WvS) yang selama ini terjadi dalam praktek, kurang memenuhi tuntutan rasa keadilan masyarakat yang masih mengenal dan memberlakukan hukum adat pidana Kerugian yang diakibatkan oleh delik adat, tidak saja menyangkut kerugian materiil, tetapi juga kerugian yang bersifat immateriil. Hal ini jelas menunjukkan bahwa hukum adat pidana dilandasi oleh suatu falsafah harmoni dan "communal morality".
Comments
Post a Comment